Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MENGENANG PASAR "MALING" YOGYAKARTA

Mengenang Pasar “Maling” Yogyakarta

Tidak seperti biasanya, selepas menjemput istri dari tempat kerjanya. Malam ini kami tidak melewati jalan “kebesaran” kami, jalan yang selalu kami lewati tiap malam. Seraya mengenang masa-masa pengantin baru kami, kami sepakat melewati jalan Malioboro. Nostalgia, mungkin itu kata yang tepat untuk mewakili perasaan kami.

Sebelum memasuki kawasan Malioboro, terlebih dahulu kami melewati Jalan Mangkubumi, di sebelah utara jalan Malioboro. Terasa ada yang beda, 2 tahun yang lalu sepanjang jalan ini penuh dengan pedangang-pedagang barang bekas berkualitas. Pasar ini hanya buka pada malam hari. Pasar Klitikan, itulah nama pasar ini. Sebuah pasar unik, model kaki lima, pasar yang saat ini telah memiliki bangunan permanent di bilangan kampung Kuncen, sisi barat kota Yogyakarta.

Kini pasar Klitikan telah tiada dan tinggal kenangan, demi mengobati rasa rindu akan pasar klitikan Jl. Mangkubumi Yog.yakarta. Setiba dirumah, saya buka kembali sebuah tulisan yang asik dan sangat menarik. Sebuah tulisan reportase, karya sahabat saya Alief Sappewali.

Judul Asli  : Jalan-jalan ke Pasar “Maling”, Yogyakarta (1)
Harga “Miring”, Transaksi Berlangsung Cepat
Dimuat di Harian Fajar Makassar, 13 April 2007

Yogyakarta tak hanya memiliki Malioboro, kawasan pertokoan yang banyak menjual makanan, minuman, dan pernak-pernik khas kota  pendidikan itu. Namun, di daerah yang terkenal dengan budayanya itu, ada pasar Klitikan yang selalu membuat penasaran para pendatang.

“Ayo pak, ayo pak. Silahkan pilih barangnya. Ada  HP (telepon seluler), tas, sepatu, jam tangan,” celoteh para pedagan di Pasar Klitikan, Rabu 11 April, malam.
“Kacamata murah pak. Celana jeans dan kaos murah. Silahkan pak,” sahut pedagang lain.

Klitikan adalah salah satu keunikan kota Yogyakarta. Tidak jelas, siapa yang pertama kali memberi nama pasar itu. Dalam bahasa Yogya, klitikan kurang lebih berarti barang bekas yang sudah terpisah-pisah. Misalnya, sepeda motor, yang ada disana tidak utuh. Tapi, dijual dalam bentuk kaca spion, shock breaker, pedal rem, dan klakson.

Pasar klitikan berlokasi di pelataran pertokoan di sepanjang Jl Pangeran Mangkubumi hingga Jl Malioboro. Panjang lokasi sekitar dua kilometer.

Selain barang-barang yang disebut di atas, pengunjung juga bisa menjumpai barang lain seperti jaket, topi, hingga aneka jenis makanan.

Semua barang ditawarkan dengan harga “miring” alias super murah. Beberapa jenis barang ditawarkan memang barang tiruan atau merek palsu. Ini terlihat antara lain pada jeans dan sepatu. Tapi, tak sedikit juga barang asli, tetapi dijual dengan harga miring.

HP Merek Nokia, misalnya, ada yang harganya Rp 200 ribu. Merk lain bahkan ditawarkan lebih rendah dari itu atau kurang dari Rp 200 ribu. Nyaris tidak ada yang berharga diatas Rp 1 juta. Nokia seri 3660 second yang dipasar umum masih dihargai sekitar Rp 1 juta, di Klitikan harganya tak lebih dari Rp 600rb.

“Di sini transaksi berlangsung cepat. Kalau suka barang, langsung ambil. Untuk menjual HP pun tidak sulit. Biasanya orang yang butuh uang tidak menawarkan harga tinggi kepada pedagang,” kata Suryadin Laoddang, mahasiswa Wajo, Sulsel.

Pasar seperti ini sebenarnya juga ada di Makassar, tepatnya di Jalan Veteran Utara. Di sini, aneka jenis barang bekas pakai atau barang merek tiruan juga ditawarkan di pelataran toko. Bedanya, pedagang di Veteran Utara sedikit. Pegunjung juga tidak begitu ramai. Bedanya lagi, pasar Veteran beroperasi di siang hari.

Di Klitikan, pendatang tidak perlu tergesa-gesa untuk berbelanja atau sekedar melihat-lihat lokasi itu. Jika sebagian besar pertokoan di Yogyakarta tutup tepat jama 21.00 WIB, maka sebagian pedagang Klitikan bertahan hingga dinihari.

Tapi, pengunjung mesti berhati-hati berbelanja disana. “Transaksi berlangsung sangat cepat. Tapi, kita juga bisa kehilangan barang berharga juga dengan sangat cepat. Makanya, dompet atau tas ransel harus berada di depan,” kata Suryadin, mengingatkan.

Imej buruk memang melekat pada Pasar Klitikan. Beberapa jenis barang yang ditawarkan ini diduga hasil kejahatan. Terutama barang-barang elektronik, seperti HP.

Konon, ini pulalah yang membuat harganya sangat murah. Sampai-sampai ada yang menyebut pasar ini sebagai “Pasar Maling”.

Yang pasti, barang-barang itu dipajang di ruang terbuka. Pantauan Fajar, sebagian besar HP yang ditawarkan memang keluaran lama, contohnya Ericsson R310s, Nokia 5510, dan beberapa jenis merek Siemens.

Tapi, hati-hati membeli ponsel ditempat ini. Seorang teman mahasiswa asal Sulsel yang sudah lama berada di Yogya, sempat mengingatkan bahwa jika orang membeli ponsel di tempat ini, maka lambat lain, kita juga akan kecurian. Tidak cukup 2x24 jam, peringatan itu terbukti.

Seorang teman wartawan yang membeli ponsel CDMA, Rabu malam. Besoknya, pakaian yang baru saja dibeli untuk oleh-oleh, ketinggalan di angkot (pete-pete) saat dalam perjalanan dari Bandara Hasanuddin menuju kediamannya.

Rekan tadi langsung mengabarkan peristiwa itu yang terasa seperti karma. “Ini pelajaran berharga. Lebih baik pikirkan berkali-kali deh jika ingin membeli sesuatu di Klitikan. Kami berharap, ponsel itu bukan kejahatan,” katanya.

Di antara puluhan pedangang HP di klitikan, ada seorang pemuda asal Sulsel. Namanya, Junar, 27, dan akrab disapa Jomblo. Pria asal Manimpahoi, Kabupaten Sinjai, ini sudah delapan tahun tinggal di Yogya. Tapi, baru tiga tahun mangkal di Klitikan. Ia alumnus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang diwisuda bulan lalu.

Pasar Klitikan Mangkubumi kini tinggal kenangan. Pemerintah Kota Yogyakarta, sukses merelokasinya ke lokasi baru, lebih tertata, bahkan bisa dikatakan buka 24 jam. Pasar unik ini, kini telah pindah ke daerah Pakuncen (Jl HOS Cokroaminoto) Yogyakarta, dan berganti nama menjadi Pasar Klitikan Pakuncen. 

Post a Comment for "MENGENANG PASAR "MALING" YOGYAKARTA"