Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SI CEREWET MAU NIKAH


SI CEREWET MAU NIKAH
Oleh : Suryadin Laoddang

Cahaya pagi sudah membias dalam kamar tidurku, mungkin embun diluar sana juga telah terhirup oleh cahaya matanna latikka. Suara bebekpun telah terdengar riuh menyonyor endapan makanan dilumpur sawah tepat dibelakang rumah. Berbeda dengan diriku yang enggan beranjak dari empuknya kasur sintetisku. Jangankan menyingkap selimut, untuk sekedar menggeliat pun enggan. Selain karena rasa lelah teramat sangat akibat aktifitas padat selama 18 jam sebelumnya. Enggan menggeliat itu juga karena dua ancaman, menggeliat ke kiri bakal disapa endapan ompolan jagoanku, Rafi. Bergerak ke kanan dipastikan tubuhku akan terhempas sempurna kelantai kamar.

“Ayah, ada tepon suara Rafi sambil berlari masuk kamar.
“makasih ya nak” jawabku sambil menerima telepon bututku itu, Rafipun beranjak dan merangkak hingga baring tengkurap dan manja diperut tambunku.

kak, mauka curhat. Anu kak, itu cowokku yang sastrawan itu, yang pernah ajakki makan sop kaki kambing dulu to, itu yang didepan rumah sakit Segar Waras itu je’e, habis lebaran haji tahun ini maumaka nalamar. Mauki bede’ datang kerumah minggu depan, maumi bede datang sama keluarganya, mauki ketemu orang tuaku.,”, suara itu terus nyerocos.

“eh bagus itu”, kali ini aku berhasil menyela.

“iyye kak, tapi kenapa ya kak kok saya malah ragu dengannya, apa betul saya mencintainya, gimana kak?” kali ini ia bertanya

Nampaknya, pembicaraan pagi ini adalah pembicaraan serius. Segera kuberanjak dari tempat tidurku, dengan tubuh Rafi yang nangkring dipundakku. Berdua menuju teras rumah kontrakan kami sambil terus mendengarkan ocehan si cerewet, si cerewet yang sebelumnya sukses menohokku dengan pertanyaan knock out tentang kekerabatan orang sul-sel di rantau (baca : kekerabatan ala Yogyakarta).

Jamak memang. Jamak kita temui seseorang menjadi ragu dan semakin ragu menjelang acara pernikahannya. Setelah lama menjalin hubungan, tiba-tiba sang pacar berkata “sudah siapkah engkau jika kulamar minggu depan?”. Mungkin hati anda saat itu menjadi ber-flower-flower, serasa mendapatkan emas berlian disaku anda. Selamat, ini berarti anda telah memasuki fase hubungan yang lebih serius, mempersiapkan pernikahan. Semakin mendakati hari H, anda yang tadinya bersemengat mempersiapkan segalanya, kini malah maju mundur, perasaan makin tak karuan. Ada perasaan was-was akan kehidupan yang dijalani nanti tak sesuai harapan. Bagaimana jika lelaki pilihan anda tak sesuai dengan yang dibayangkan. Jangan-jangan yang anda kenal dan rasakan selama ini hanya casing semata, bukan isinya. Is he Mr. Right for me?

Tak peduli ia orang berpendidikan tinggi atau tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali. Tak peduli ia seorang konglomerat atau “kolongmelarat”, semua orang pasti merasakannya. Tak peduli ia agamawan atau penjahat. Tak peduli ia politikus atau tukang basmi tikus. Ragu itu pasti ada, ragu yang makin memuncak pada malam menjelang akad nikah. Tak ada yang mampu mengelak darinya. Tidak juga dengan adikku, si cerewet yang mendapat gelar “laki-laki yang terkungkung dalam tubuh perempuan”
Hampir 90 menit, si cerewet ini terus bercerita hingga kupingku terasa panas. Rafi sudah menghilang sekitar 60 menit sebelumnya, marah mungkin. Marah karena dicuekin. Maafkan ayahmu anakku. “Sudah saatnya obrolan ini kuakhiri”, pikirku.

“sebentar ndi”, selaku
“iyye kak bicaramaki” ujarnya dari balik telepon
“kita mau tau apa saranku buat kita?” tawarku
“iyye, apakah kak” kali ini nadanya mempersilahkanku bicara
“Jawabanku sederhana ndi, jawab pertanyaanku dengan jujur yah” tuturku dengan nada agak serius
“kita itu ndi, betul-betul mencintai calon suamita atau hanya mencintai caranya mencintaimu?, jawab dengan jujur yah!”

Seketika hening, tak ada suara. Kuyakin ia sedang berpikir, merenungkan pertanyaanku.

“Bee kak, talliwa’ki!” tiba-tiba ada suara berat, antara menahan marah dan isak tangis
“Sudami deh kak, bombe’ki” telepon itupun terputus.

Gantian aku yang duduk terhenyak. Tak terbayang sebelumnya, jika pertanyaanku tadi membuat si cerewet jatuh terkapar dengan pukulan upper cut-ku. Yah aku menang telak, menang KO.
========
Matanna Latikka = Matahari
Tepon = Telepon dalam lafal Rafi
Talliwaki = kakak dah keterlaluan
Bombe’ki = sudahlah, maso bodo’ / saya gak mau lagi bicara dengan kakak

Post a Comment for "SI CEREWET MAU NIKAH"