Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kumpulan Pepatah Bugis, Sastra Klasik Bugis; Bagian 1


Anda bebas menyalin ulang teks ini untuk disebarkan dijadikan bahan pembelajaran bagi siapapun.

1. Adé’é temmakké-anak’ temmakké-épo.
Artinya: “adat tak mengenal anak, tak mengenal cucu”. Dalam menjalankan norma-norma adat tak boleh pilih kasih (tak pandang bulu). Misalnya, anak sendiri jelas-jelas melakukan pelanggaran harus dikenakan sanksi (hukuman) sesuai ketentuan adat yang berlaku.

2. Ajak mapoloi olona tauwé.
Artinya: “jangan memotong (mengambil) hak orang lain”. Memperjuangkan kehidupan adalah wajar, tetapi jangan menjadikan perjuangan itu pertarungan kekerasan, saling merampas atau menghalangi rezeki orang lain.

3. Aja’ mumatebek ada, apak iyatu adaé maéga bettawanna. Muatutuiwi lilamu, apak iya lilaé paweré-weré.

Artinya: “Jangan banyak bicara, sebab bicara itu banyak artinya. Jaga lidahmu, sebab lidah itu sering mengiris”.

4. Aju maluruémi riala paréwa bola.

Artinya: “hanyalah kayu yang lurus dijadikan ramuan rumah”. Di sini rumah sebagai perlambang dari pemimpin yang melindungi rakyat. Hanya orang yang memiliki sifat lurus (jujur) yang layak dijadikan pemimpin, agar yang bersangkutan dapat menjalankan fungsi perannya dengan baik.

5. Alai cedde’e risesena engkai mappedeceng, sampeanngi maegae risesena engkai maega makkasolang .
Artinya: “ambil yang sedikit jika yang sedikit itu mendatangkan kebaikan, dan tolak yang banyak apabila yang banyak itu mendatangkan kebinasaan”. Mengambil sesuatu dari tempatnya dan meletakkan sesuatu pada tempatnya, termasuk perbuatan mappasitinaja (kepatutan). Kewajiban yang dibaktikan memperoleh hak yang sepadan adalah suatu perlakuan yang patut. Banyak atau sedikit tidak dipersoalkan oleh kepatutan, kepantasan, dan kelayakan.

6. Balanca manemmui waramparammu, abbeneng anemmui, iakia aja’ mupalaowi moodala’mu enrenngé bagelabamu.
Artinya: “boleh engkau belanjakan harta bendamu, dan pakai untuk berbini, namun janganlah sampai kamu menghabiskan modal dan labamu”. Peringatan pada pedagang (pengusaha) agar dalam menggunakan harta tidak berlebihan sehingga kehabisan modal dan membangkrutkan

7. Dék nalabu essoé ri tenngana bitaraé.
Artinya: “tak akan tenggelam matahari di tengah langit”. Manusia tidak akan mati sebelum takdir ajalnya sampai. Oleh karena itu keraguan harus disingkirkan dalam menghadapi segala tantangan hidup.

8. Duwa laleng tempekding riola, iyanaritu lalenna passarié enrenngé lalenna paggollaé.
Artinya: “dua cara tak dapat ditiru, ialah cara penyadap enau dan cara pembuat gula merah”. Jalan yang ditempuh penyadap enau tak tentu, kadang dari pohon ke pohon lain melalui pelepah atau semak belukar, sehingga dikiaskan sebagai menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Pembuat gula merah umumnya tak menghiraukan kebersihan, lantaran nnya itu tak diketahui orang. Kedua sikap di atas tak pantas ditiru karena mempunyai itikad kurang.

9. Iapa nakullé taué mabbaina narékko naulléni magguli-lingiwi dapurenngé wékka pitu .
Artinya: “apabila seseorang ingin beristeri, harus sanggup mengelilingi dapur tujuh kali”. Di sini dapur merupakan perlambang dari masalah pokok dalam kehidupan rumah tangga. Sedangkan tujuh kali merupakan padanan terhadap jumlah hari yang juga tujuh (Senin s/d Minggu). Maksudnya, sebelum berumah tangga supaya memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab menghidupi keluarga setiap hari.

10. Iyya nanigesara’ ada’ ‘biyasana buttaya tammattikamo balloka, tanaikatonganngamo jukuka, annyalatongi aséya.
Artinya: “Jika dirusak adat kebiasaan negeri maka tuak berhenti menitik, ikan menghilang pula, dan padi pun tidak menjadi”. Jikalau adat dilanggar berarti melanggar kehidupan manusia, yang akibatnya bukan hanya dirasakan oleh yang bersangkutan, tetapi juga oleh segenap anggota masyarakat, binatang tumbuh-tumbuhan dan alam semesta.

BERSAMBUNG KE SASTRA BUGIS BAGIAN 2

Post a Comment for "Kumpulan Pepatah Bugis, Sastra Klasik Bugis; Bagian 1"