Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengenang Rumah Makan Nike Ardilla di Sulawesi

Tulisan ini saya repost dari web lelakibugis.com. Blog milik rekan blogger Makassar (maaf lupa nama lengkapnya), jika beliau menemukan kembali artikel ini di web saya berkenanlah hubungi saya kembali Daeng. Tanpa mengurangi rasa hormat saya daeng, ijin saya repost yah. Anggaplah ini dokumentasi dari para penggemar tulisanta.

Artikel ini diposting pada 4 Juni 2008. Ini adalah artikel berkualitas, sayang jika hilang dari jagad dunia maya.

Judul Asli : Nike Ardilla Terus Menyanyi di Wonomulyo

Citizen reporter Mansyur Rahim bertemu dengan Muhammad Takdir, seorang penggemar berat Nike Ardilla yang tak cukup puas mengagumi sang idola dengan jalan mengoleksi kaset dan poster, tapi juga mengelola rumah makan di Wonomulyo, Sulawesi Barat, dengan mengabadikan nama sang artis. Berikut laporannya. (p!)

Masih ingat Nike Ardilla? Artis yang melejit namanya di era 1990-an, yang tewas dalam kecelakaan mobil pada tanggal 19 Maret 1995 itu ternyata masih terdengar suaranya di Wonomulyo, Sulawesi Barat. Suara Nike yang mendayu tiap hari terdengar di Rumah Makan Nike Ardilla yang dikelola oleh Muhammad Takdir di kota itu. Kata pria lajang ini, kecintaannya terhadap idolanya itu diwujudkan melalui usaha rumah makan dan juga dengan meneruskan cita-cita artis asal Bandung itu.

Menurut Takdir, awalnya ia menunjukkan kekaguman dengan cara mengumpul kaset, foto, suvenir, guntingan berita koran dan segala pernak-pernik Nike, serta bergabung di Nike Ardilla Fans Club Makassar. Namun, ketika koleksinya tak menyisakan ruang dalam kamarnya, Takdir mulai berpikir bagaimana caranya agar koleksinya bisa dinikmati masyarakat, khususnya sesama penggemar Nike Ardilla. “Saya melihat tempat yang banyak dikunjungi masyarakat adalah rumah makan. Saya mulai berpikir untuk membuka sebuah rumah makan lengkap dengan galeri yang memajang koleksi saya,” tutur Takdir.

Kebetulan saat itu ayahnya memiliki sebuah rumah yang tak ditempati di Wonomulyo. Rumah makan ini sendiri terletak sekitar 500 meter sebelum memasuki Wonomulyo, daerah transmigrasi yang kini berkembang pesat menjadi sentra ekonomi di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Kota ini awalnya dibangun oleh para transmigran dari Pulau Jawa. Sebuah gapura bertuliskan R. Soeparman yang berdiri megah di depan Pasar Wonomulyo serta sebuah baliho imbauan membayar pajak dalam bahasa Jawa menegaskan betapa kentalnya identitas masyarakat Jawa di kota ini.

Takdir membuka usaha rumah makan ini pada tanggal 13 November 2002 sembari kuliah dan juga mengajar di SMPN 4, yang merupakan almamaternya. Setiap ada waktu luang ia membawa koleksinya ke Wonomulyo dan memajangnya di rumah makan itu sedikit demi sedikit. Awalnya, usaha rumah makan itu dikelola oleh saudaranya, tapi ketika rumah makan itu makin ramai dikunjungi pelanggan, Takdir akhirnya memutuskan untuk mengelolanya sendiri.

Takdir memang sangat mengidolakan Nike. Menu-menu yang disediakan juga disesuaikan dengan judul lagu Nike. Ada Ayam Panggang Nyalakan Api, Sate Ayam Seberkas Sinar dan Jus Jeruk Cinta Diantara Kita. Di rumah makan tersebut juga dipajang koleksi yang bergambar Nike. Rumah makan yang didirikan sejak lima tahun lalu ini kini banyak dikunjungi para penggemar Nike dari Makassar dengan omzet Rp2 -3 juta per hari. Kalangan selebritis pun tak ketinggalan mengunjunginya, sebut saja kelompok musik Makassar Art2Tonic, Sonia dan Delia Septianti. Pelanggannya juga berasal dari kalangan pejabat di Sulbar yang kerap menjamu tamunya di rumah makan ini. Rumah makan yang selalu ramai ini mempekerjakan 14 pegawai profesional yang semuanya berasal dari Jawa Timur.

Desain interior yang dipenuhi dengan pajangan foto dan segala pernak-pernik Nike menjadi sajian tersendiri yang mengundang kenikmatan bersantap di rumah makan ini. Selain menikmati foto-foto Nike Ardilla, kita juga dapat menjumpai foto Marlyn Monroe –legenda Hollywood pujaan Nike- dan juga desain interior apik yang mengandalkan lampion-lampion cantik. Telinga pun dimanjakan oleh suara merdu Nike yang melantunkan lagu-lagunya lewat sebuah televisi berukuran 29 Inchi. Lagu-lagu dan rekaman program tentang Nike itu disiarkan melalui Aulia Ardilla TV, sebuah sarana yang menurut Takdir dicita-citakannya kelak dapat digunakan untuk meluruskan berita-berita miring tentang Nike Ardilla.

Menjadi fans setelah Nike tiada

Uniknya, pemilik rumah makan ini mengaku menjadi fans Nike Ardilla setahun setelah pelantun tembang “Biarlah Aku Mengalah” ini meninggal. Perkenalannya dengan Nike diawali oleh sebuah foto dan kaset yang diberikan oleh seorang teman. Lagu pertama yang ia dengar justru lagu terakhir almarhumah yang meninggal 12 tahun lalu, yakni “Mama Aku Ingin Pulang”. Tak lama setelah album itu keluar, Nike Ardilla meninggal karena kecelakaan yang dialaminya. “Kebetulan kaset itu kaset karaoke, jadi bisa dengar suara aslinya yang serak serak gitu… Saya mulai suka sejak itu,” tuturnya mengenai perkenalannya dengan artis yang meninggal 19 Maret 1995 ini.

Takdir lalu mencari tahu seperti apa kehidupan artis yang mengidolakan Marlyn Monroe ini. Pria yang lahir 6 Agustus ini kemudian jatuh cinta karena jiwa sosial artis bernama lengkap Raden Rara Nike Ratnadilla itu. “Luar biasa.. saya baru menemukan sosok artis yang dermawan. Sosok seperti Nike Ardilla sulit saya dapatkan, maka bertambahlah kekaguman saya.” Ungkap Takdir mengenai awal kecintaannya pada penyanyi yang memulai karirnya di bidang tarik suara ketika memenangkan Juara Harapan I Lagu Pilihanku TVRI pada tahun1985.

Alumni Stimik Dipanegara Makassar ini pun kemudian menjadi penggemar fanatik Nike Ardilla dengan mengumpulkan segala pernak-pernik sang idola. Tak tanggung-tanggung, ia pun mengejar segala hal tentang nike sampai ke Jakarta dan Bandung. “Saya punya ratusan foto dan berbagai jenis pernak-pernik,” ungkap pemuda yang juga merangkap sebagai ketua Nike Fans Club (NAFC) Makasar ini. Tercatat 700 Nikers –sebutan buat penggemar Nike– yang tergabung di dalam NAFC Makassar.

Kaset pertama yang ia beli sendiri adalah album Sandiwara Cinta. Sementara koleksi termahal adalah rekaman program-program stasiun televisi, baik itu program infotainment, sinetron dan film-film yang dibintangi Nike Ardilla. Untuk rekaman program Silet yang disiarkan RCTI saja ia harus mengeluarkan Rp300.000 per episode. Ia menyebut angka di atas 50 juta ketika ditanyakan jumlah uang yang telah ia keluarkan untuk koleksinya.

Kecintaan itu tak hanya terhenti sebatas itu, Takdir pun mengadakan bazar amal dan lomba karaoke di kota ini ketika memperingati 10 tahun kepergian Nike. Dalam kegiatan ini ia mengundang Nining Ningsihrat, ibunda Nike dan dalam pertemuan itu ibunda Nike menceritakan keinginan artis kelahiran 27 Desember 1975 yang belum sempat ia wujudkan untuk membuka rumah makan, membuat Takdir semakin serius mengelola rumah makannya. “Anggap saja, saya berusaha mewujudkan keinginan Nike.”
Keuntungan kegiatan itu kemudian disumbangkan ke Yayasan Nike Ardilla. Takdir menambahkan bahwa setiap hari kelahiran Nike juga selalu dirayakan meriah olah para Nikers di Makassar. “Kami selalu menyiapkan kue tart. Lalu sama-sama menyanyikan lagu ulang tahun.”

Hal yang paling tak terlupakan dalam berburu pernik idolanya adalah apa yang dialaminya di Ciamis. Sepulang menziarahi makam Nike Ardilla, ia mengalami kecelakaan. Tapi bukannya kapok, dia malah merasa bangga. “Saya sudah merasakan apa yang Nike rasakan,” lanjutnya sambil tertawa.

Tak hanya kecelakaan itu yang berkesan baginya. Ia pun mengaku mendapatkan pengalaman spiritual ketika ia didatangi arwah pemeran Nyi Iteung dalam film Kabayan Saba Kota itu dalam mimpi pada akhir tahun 2006. Takdir mengaku bahwa awalnya sang arwah protes dan menanyakan tujuan Takdir membuka rumah makan dengan memakai namanya, namun kemudian mengijinkan Takdir melanjutkan usaha rumah makan itu dengan satu syarat. “Takdir, saya rela kamu memakai namaku. Cuma satu yang saya minta… tolong luruskan kematianku,” katanya mengutip sang arwah.

Kematian Nike Ardilla memang sangat menarik perhatian masyarakat saat itu. Kecelakaan yang dialaminya saat mengendarai Honda Genio D 27 AK sempat dikaitkan dengan cucu Soeharto, Enno Sigit dan anak gubernur Kalimantan Timur di masa itu. Selentingan gosip yang beredar mengatakan bahwa Nike mengalami kecelakaan setelah mengonsumsi narkoba yang diberikan Enno. Ada juga isu yang berhembus bahwa kematian Nike direkayasa oleh Enno karena Nike merebut anak gubernur Kalimantan Timur saat itu yang merupakan pacar Enno. Berita miring seputar inilah yang diinginkan arwah Nike untuk diluruskan.

Arwah Nike Ardilla sempat berkata: “Takdir, saya cepat meninggal, di usia muda, karena Tuhan sayang sama saya..,” Lebih lanjut Takdir bercerita bahwa ketenaran yang diraih Nike di usia yang masih muda tak mampu memberinya kebahagiaan. Nike sering disakiti oleh orang di sekitarnya, ia pun sering protes kepada Tuhan. “Kenapa hidup saya seperti ini? Saya sudah mendirikan panti asuhan dan berbuat baik pada orang lain, tapi kok kenapa masih banyak orang lain terus menyakiti saya,” kutip Takdir. Kematian adalah jalan terbaik bagi Nike, itu yang diyakini oleh Takdir.

Sebelum mengenal Nike, pria kelahiran berdarah Bugis kelahiran Wonomulyo ini mengaku tak begitu peduli dengan dunia hiburan. “Saya melewatkan masa SMP-SMA dari rumah ke sekolah dan sebaliknya, tapi saat saya diperkenalkan dengan Nike, kehidupan saya langsung berubah. Saya sempat menjadi model dan ikut sinetron, untuk mengikuti jejak Nike,” akunya.

Kemampuan Takdir mengolah rasa seni terlihat pada desain interior rumah makannya yang mengadopsi konsep modern dan apik, serta memanfaatkan dengan maksimal permainan tata cahaya ruangan.

Kini, masih ada satu mimpi yang ingin diwujudkannya yaitu sebuah kawasan Nike Ardilla yang terdiri dari butik, supermarket, rumah makan, panti asuhan, rumah singgah dan pesantren. Sebenarnya banyak yang menawarkan kerjasama dengan sistem waralaba dengan memakai nama Nike Ardilla untuk membuka rumah makan di Jakarta dan Bandung. Namun ia menolak karena khawatir ingin menjaga nama baik dan citra idolanya itu. “Siapa yang tahu rumah makan itu menjual minuman keras padahal memakai nama Nike Ardilla. Nama Nike kan bisa jadi jelek lagi,” tandas Takdir mengakhiri perbincangan. (p!)

[ditayangkan di Panyingkul pada Kematian Nike Ardilla memang sangat menarik perhatian masyarakat saat itu. Kecelakaan yang dialaminya saat mengendarai Honda Genio D 27 AK sempat dikaitkan dengan cucu Soeharto, Enno Sigit dan anak gubernur Kalimantan Timur di masa itu. Selentingan gosip yang beredar mengatakan bahwa Nike mengalami kecelakaan setelah mengonsumsi narkoba yang diberikan Enno. Ada juga isu yang berhembus bahwa kematian Nike direkayasa oleh Enno karena Nike merebut anak gubernur Kalimantan Timur saat itu yang merupakan pacar Enno. Berita miring seputar inilah yang diinginkan arwah Nike untuk diluruskan.

Arwah Nike Ardilla sempat berkata: “Takdir, saya cepat meninggal, di usia muda, karena Tuhan sayang sama saya..,” Lebih lanjut Takdir bercerita bahwa ketenaran yang diraih Nike di usia yang masih muda tak mampu memberinya kebahagiaan. Nike sering disakiti oleh orang di sekitarnya, ia pun sering protes kepada Tuhan. “Kenapa hidup saya seperti ini? Saya sudah mendirikan panti asuhan dan berbuat baik pada orang lain, tapi kok kenapa masih banyak orang lain terus menyakiti saya,” kutip Takdir. Kematian adalah jalan terbaik bagi Nike, itu yang diyakini oleh Takdir.

Sebelum mengenal Nike, pria kelahiran berdarah Bugis kelahiran Wonomulyo ini mengaku tak begitu peduli dengan dunia hiburan. “Saya melewatkan masa SMP-SMA dari rumah ke sekolah dan sebaliknya, tapi saat saya diperkenalkan dengan Nike, kehidupan saya langsung berubah. Saya sempat menjadi model dan ikut sinetron, untuk mengikuti jejak Nike,” akunya.

Kemampuan Takdir mengolah rasa seni terlihat pada desain interior rumah makannya yang mengadopsi konsep modern dan apik, serta memanfaatkan dengan maksimal permainan tata cahaya ruangan.

Kini, masih ada satu mimpi yang ingin diwujudkannya yaitu sebuah kawasan Nike Ardilla yang terdiri dari butik, supermarket, rumah makan, panti asuhan, rumah singgah dan pesantren. Sebenarnya banyak yang menawarkan kerjasama dengan sistem waralaba dengan memakai nama Nike Ardilla untuk membuka rumah makan di Jakarta dan Bandung. Namun ia menolak karena khawatir ingin menjaga nama baik dan citra idolanya itu. “Siapa yang tahu rumah makan itu menjual minuman keras padahal memakai nama Nike Ardilla. Nama Nike kan bisa jadi jelek lagi,” tandas Takdir mengakhiri perbincangan. (p!)

[ditayangkan di Panyingkul pada Minggu, 27-05-2007. Citizen reporter Mansyur Rahim dapat dihubungi melalui email lelakibugis@panyingkul.com]

Post a Comment for "Mengenang Rumah Makan Nike Ardilla di Sulawesi"