Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mahasiswa; Budayata, Pesta Mahasiswa Makassar di Malang


Malam itu 28 April di Cafe Budaya, mahasiswa benar-benar berpesta. Pesta Budaya. Hari ini tepatnya malam minggu, setelah berlatih selama berminggu-minggu, mahasiswa IKAMI SULSEL cabang Malang telah berhasil mementaskan semua yang telah dipersiapkan sejak dini. Dari sejak siang, acara sudah padat, presentasi dan diskusi budaya oleh Kanda Suryadin Laoddang dan Ahmad Husain atau Cheng Prudjung. Presentasi mereka memaparkan tentang Passompe atau bisa dibilang perantau, dari tanah SULSEL menuju ke berbagai daerah di luar SULSEL.

Audience cukup beragam. Ada yang datang dari keluarga KKSS, anggota IKAMI itu sendiri dan juga dari komunitas pasca. IKAMI SULSEL cabang Surabaya dan Bogor juga berkesempatan hadir. Banyak bapak dan ibu dari KKSS datang membawa keluarganya, anak-anak yang pulang dari sekolah diajak ke venue festival budaya. Dan kegiatan presentasi sore itu semakin terasa uniknya karena venue kedatangan Daeng Rudi yang terkenal dengan warung Makassarnya, beliau hadir membawa warungnya. Tak ayal banyak keluarga yang memesan dan menikmati coto Makassar. Juga ada penganan-penganan khas SULSEL yang lain yang disediakan oleh panitia untuk menggembirakan dan membawa para audience ke alam Sulawesi. Ada es pisang ijo, es palu butung, coto Makassar, burasa, klepon, talam dan kue-kue super manis yang tersedia dalam wadah dan tutup khas Sulawesi. Semua tamu mengikuti kegiatan diskusi dengan Kanda Suryadin Laoddang dan Ahmad Husain dengan menikmati Coto dan jajanan khas SULSEL, benar-benar serasa di SULSEL kata mereka. Bahkan ada yang mengatakan serasa di Pantai Losari.

Gayeng suasana dengan tema makalah Passompe, teman-teman dari komunitas pasca yang banyak berinteraksi dengan presenter. Ada juga ibu-ibu keluarga KKSS yang hadir disana termangu-mangu. Kemungkinan mereka adalah PERSIJA, seperti yang diungkapkan oleh kanda Suryadin Laoddang, PERSIJA berarti persatuan istri jawa. Diungkapkannya hal ini dalam seminar membuat para bunda disana yan notabene anggota PERSIJA ini tersenyum. Bahkan banyak diantara keluarga KKSS dan komunitas pasca adalah PERSIJA juga. Seperti contoh istri bapak Ilham Daeng Salle adalah seorang dokter asal Banyumas, istri kanda Suryadin juga asal Yogyakarta, perawat. Ketua KKSS pun begitu. Sehingga saat disebut istilah ini semua pada lirak-lirik sendiri-sendiri tanpa kedip.

Sambil menikmati hidangan coto Makassar dan Sup Ubi, dialog semakin ramai dengan disinggungnya ungkapan Makassar itu kasar kemudian sempat disebut juga teman-teman yang suka berkelompok dalam komunitas SULSEL yang tidak membaur akibat kesulitan berakulturasi. Namun dengan paparan-paparan Suryadin Laoddang, semua mengangguk dan salut. Pengalaman-pengalaman bersosialisasi dengan orang Jawa sangat kuat, hingga adanya perbedaan-perbedaan tersebut bisa kita tepiskan. Satu kisah yang dilontarkan oleh Suryadin, bahkan meskipun ditangkap polisipun, salah satu member IKAMI di Yogyakarta, dia tidak akan langsung campur tangan untuk membantu. Sampai-sampai orangtuanyapun menelpon dari Makassar. Ini karena si mahasiswa tersangkut narkoba. Wakapolda Jateng yang notabene orang Makassar menyerahkan semua kepada KKSS bagaimana nasib anak ini. Kemungkinan untuk meringankan hukuman mungkin bisa dilakukan dengan alasan mahasiswa ini masih dalam masa studi.

Seorang bapak dari komunitas pasca, Mursalim Nohong sempat mengungkapkan kekecewaanya saat dibilang orang Makassar itu kasar. Acapkali ditanya, bapak orang Makassar yah? Dengan tegas dia jawab, tidak saya orang Bugis! Aha jawaban yang sangat keren, apalagi kalau yang tanya bloon tidak tau apa itu Makassar. Ini pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan 4 kata kukira. Kalau tidak mendalami sejarah dan budaya SULSEL secara utuh, pasti yang orang tau hanya Makassar saja. Dan yang mereka tau Makassar itu kasar.

Hal ini kemudian diklarifikasi oleh Suryadin dan Ahmadi Husain bahwa kata Makassar ada dua huruf s di dalamnya. Artinya beda dengan kata kasar yang huruf s nya hanya satu. Saya akan beri nilai E bagi kalian yang mengatakan ‘kassar’ dan ‘kasar’ itu sama. Semua mengangguk tanda setuju. Lagi kemudian kata Suryadin, bahwa kata Makassar diambil dari bahasa Portugis yaitu dari kata ‘ma’ yang artinya orang dan ‘cassart’ yang artinya hitam berkilap. Atau bisa dikatakan orang yang berkulit mengkilap. Sedangkan Ahmad Husain menjabarkan kata Makassar dari sebuah kisah, konon Rasulullah SAW pernah memunculkan diri di Makassar, sehingga ada ungkapan “mengkassara’” yang menjadikan kata Makassar tersebut muncul.

Suryadin memang benar-benar budayawan sejati, hingga sangat tidak salah IKAMI mengundang beliau ke festival budaya. Di sela-sela kegiatannya yang cukup padat, suara hp tak kunjung berhenti. Segala macam logat bahkan bahasa dia ucapkan. Rupanya ada rencana akan membeli sebuah rumah di kota Yogyakarta. Pemilik rumah yang asli dari kota gudeg ini menelpon dengan bahasa Jawa. Dan apa jawabnya?

Ternyata bahasa Jawa juga!

Wowow..benar-benar great!

Sebelum sampai di kota Malang, beliau juga baru saja meninggalkan kegiatan pemilihan Kakang dan Mbakyu Yogyakarta sebagai juri disana. Tak lama setelah hp ditutup, berdering lagi nada panggil hp beliau. Nah yang ini adalah bahasa Bugis, seseorang meminta untuk dibuatkan passport bagi putranya yang lagi mondok di Yogyakarta. Ternyata telpon dari Wabup Wajo!


Fiuh, what a channel!

Malam pun bergerak, menjelang pukul 7 acara pentas senipun dimulai. Dimulai dari pasinrilik Daeng Jamal Gentayangan dan Sandro, mahasiswa penggemar motor vespa ini menduduki panggung kecil di tengah-tengah penonton. Panggung yang dibuat cukup tinggi ini adalah tempat Sandro dan Daeng Jamal duduk untuk saling pasinrilik. Sebagai host dari acara ini, seni budaya dikemas menarik karena MC nya berbicara dalam format pasinrilik. Saya yang ternganga saja mendengar mereka dari awal sampai akhir hanya ikut-ikutan tertawa. Tapi apabila memahami konteks secara keseluruhan benar-benar saya nikmati kegayengan yang sangat jarang dan untuk pertama kali saya dengar.

Dimulai dari nyanyi lagu-lagu khas, Ininawa dll, kemudian puisi ‘Sukmaku di Tanah Makassar’, drama manguru’ dan goalnya adalah tari 4, etnis yang sangat ditunggu-tunggu. Decak kagum dari teman-teman komunitas pasca yang duduk mepet dekat stage yang tidak terlalu tinggi. Mereka betul-betul menikmati pertunjukan disela-sela kegiatan kuliahnya yang menyita. Maka hiburan khas dari tanah SULSEL inilah obatnya, sebagai pelipur lara. Bapak Zainuddin, seorang mahasiswa S3 yang sudah cukup sepuh, menyempatkan hadir dan sepertinya beliau sangat menikmati acara dari sejak awal seminar sampai acara berakhir jam 9.

Berbagai macam bentuk dan ukuran kamera terlihat aktif dan menyala. Tak satupun event terlewatkan. Semua mengangkat tangannya tidak ingin terlewatkan satu item pun. Tak terkecuali denganku, camera Canon A480 ku yang supermini tak habis-habis kuangkat sampai tangan pegel. Bahkan tari 4 etnis pun ku rela rekam dengan video kamera sakuku. Hmm rasanya tak habis-habis ingin kerekam semua. Tangan ini yang tak sanggup jadi trimpot hidup. Harusnya punya satu trimpot yang bisa dipakai untuk shoot yang lama. Owalahhhh!

Pertunjukan masih banyak menunggu, kadang ada yang akhirnya tak bisa kurekam baik di kameraku maupun di otakku. Mungkin perbedaan bahasa yang membuat kadang masih bingung. Namun secara keseluruhan sangat menikmati. Pertunjukan yang praktis hanya 1,5 jam itu diakhiri dengan acara narsis mahasiswa yang gila foto-foto. Acara ini bahkan lebih lama dari acara pertunjukannya.


Astagah!

Dan cape lelah telah terbayarkan dengan suksesnya kegiatan festival budaya SULSEL, oleh IKAMI SULSEL cabang Malang. Beberapa masih tiduran sampai pagi di venue, menjaga dan mengemas barang-barang di cafe.

Sayonara dan see you again di Festival Anging Mamiri Desember 2012, kembali oleh IKAMI SULSEL cabang Malang. Amanat telah diberikan.




Bravo!




Sumber : http://linguafranca.info/2012/04/29/pesta-mahasiswa/

Penulis : Ika Farikha Hentihu

Post a Comment for "Mahasiswa; Budayata, Pesta Mahasiswa Makassar di Malang"