Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Adat Bugis : Ajaran Melayani Tamu Orang Bugis


Contoh Rumah Orang Bugis

Invasi informasi dan arus sosial yang menghawatirkan telah merubah tatanan social secara besar-besaran, hingga nyaris melumpuhkan aspek silaturahim dan solidaritas. Dari sulitnya mencari teman, mengenal tetangga, bahkan sampai di area paling nyata, seorang mantan tamu enggang bertamu lagi karena kondisi tuan rumah yang lupa menghargai tamunya kemarin. Namun nampaknya kondisi negatif ini kurang berlaku bagi masyarakat Bugis. Tamu adalah raja, barangkali itu yang mereka maksudkan dengan sipakaraja dalam cerita kuno nenek moyang orang Bugis. 

Macca duppa to pole, panguju to lao (pintar menerima tamu, membekali orang pergi) itulah kalimat familiar di kalangan masyarakat Bugis, meski dipakai dalam situasi mencari jodoh sebagai ciri-ciri istri yang baik, namun juga merupakan sebuah filosofi familiar tentang tradisi menjamu tamu. Barangkali inilah takwil dari sipakatau dalam nafas manusia Bugis.

Tradisi orang Bugis dalam menerima tamu, si tamu akan dijamu oleh tuan rumah meski si tuan rumah memiliki kadar ekonomi yang rendah, walau hanya hidangan nasi ketan dan ikan kering di pagi hari, sayur kelor di siang hari, dan ikan mujair di malam hari. Orang Bugis menjamu tamunya seakan tidak ingin tamunya merasa kekurangan, bahkan rela mengeluarkan kocek sedikit di luar rata-rata pengeluaran keluarga sendiri dalam setiap harinya. 

Tradisi menjamu tamu ini dapat dijumpai dalam masyarakat Bugis, tidak hanya di Sulawesi, bahkan di rantauan, tradisi mengahargai tamu ini masih kuat digenggaman . Meski tidak semua orang Bugis memiliki rasa kedermawanan yang sama, namun secara keumuman, tradisi ini hampir disadari oleh semua masyarakat yang mengenal orang Bugis.

Menjamu tamu erat kaitannya dengan memahami tuan rumah, seorang tamu wajib memahami apa kondisi rumah dan penghuninya, jika dirasa kurang berkenan tinggal di rumah itu, si tamu harus memahaminya.

Dalam ajaran agama Islam, batas waktu bertamu maksimal 3 hari berdasarkan sebuah hadits dalam shahih Bukhari. Bukan mengusir diri sendiri, melainkan hal ini dimaksudkan agar tuan rumah tidak kewalahan melayani hak tamu yang boleh jadi sangat membebani. Bahkan diajurkan, seorang tamu membawa bekal untuk si tuan rumah sebagai penyeimbang segala pengeluaran yang diupayakan oleh di tuan rumah.

Si tamu diharapkan memegang prinsip sipakatau, rumah orang ibarat titipan, hal-hal bertalian seperti kebersihan, keamanan, dan prabot rumah tangga dipelihara dengan baik. Kata-kata dan norma kesopanan pun harus dipelihara. Seorang tamu yang baik akan meninggalkan kesan yang baik di mata tuan rumah, demikian pula tuan rumah yang ramah dan dermawan, akan meninggalkan jejak positif di mata tamu itu sendiri. Jika tamu merasakan kenyamanan berada di rumah tuan rumah, serasa ingin berlama-lama tinggal di situ, meski itu tidak dianjurkan. Tapi, jika seorang tamu yang bertabiat buruk. Maka, tuan rumah berhak mengusirnya meski fakta itu jarang terlintas di telinga, bukankah rumah adalah hak pemiliknya.

Di tengah arus budaya luar yang menggerogoti masyarakat berbudaya, suasana silaturrahim dan tradisinya ini nampaknya masih dipelihara oleh orang Bugis, bukan berarti masyarakat non-Bugis tidak demikian, melainkan orang Bugis sedikit memiliki keunikan dalam hal tamu, barangkali hal yang sama ada pada masyarakat di luar orang Bugis. Tapi tidak dikupas dalam artikel ini.

Tradisi masih terjaga dan tentu harus terus dijaga. Tuan rumah selalu melakukan dan memberi yang terbaik. Bukan berlebihan, meski terkesan merepotkan tuan rumah, tapi di balik hati yang paling dalam, tuan rumah tidak merasa repot, tuan rumah berusaha memperlihatkan pelayanan terbaiknya. Maka seringkali tuan rumah mengatakan kepada tamunya yang hendak pulang, Aja tagerri-gerri monro bolaE na yang artinya, “jangan kapok-kapok tinggal di rumah ini yah”. Bukan hanya itu, orang Bugis pun memberi bekal kepada tamunya yang pulang itu meski hanya seikat bokong (ketan atau ketupat) dan bajabu’kaluku (abon kelapa) atau kelapa justru buah kelapa itu sendiri hingga buah-buahan dari kebun. Jika itu tidak ada, bekal salam dan sejahtera serta doa saja sudah cukup menjadi bekal bagi sang tamu dalam perjalanan berikutnya.

================
Oleh : Muhammad Nasir
Photo : kasuwiyang9.blogspot


Post a Comment for "Adat Bugis : Ajaran Melayani Tamu Orang Bugis"