Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Haru Relawan Gempa Tsunami Palu Donggala

Kisah Haru Relawan Gempa Tsunami Palu Donggala
Oleh : Mudzakkir Ucha

30 september 2018 (H+1 setelah gempa 7,7 SR di Donggala dan Tsunami di Palu) pukul 07.30 pagi, saya mendarat di kota Palu dengan Hercules. Tugas saya adalah memastikan layanan komunikasi beroperasi normal demi lancarnya koordinasi SAR, bantuan dan relawan.

Kota Palu yang luluh lantak di beberapa titik tidak menyurutkan semangat kami untuk terus maju. Meskipun yang saya hadapi lumayan mengejutkan, tapi semuanya masih wajar. Bangunan rubuh, jalanan terbelah, jembatan putus, wajar.. Namanya juga gempa bumi. Kapal laut terdampar di darat, pemukiman rata dengan tanah, pohon-pohon tumbang menutup jalan, wajar.. Namanya juga Tsunami. Sirine meraung-raung, orang lalu lalang menggotong kantong jenazah, wajar.. Namanya juga evakuasi. Bau mayat menyengat di beberapa titik, wajar.. Namanya juga daerah bencana.

Ada juga kejadian luar biasa seperti fenomena Likuifaksi, tanah bergeser, pemukiman tenggelam ke perut bumi, permukaan tanah terangkat bagai meledak dan menghancurkan apapun di atasnya, hingga gempa susulan yang sambung menyambung. Saya mundur? Tidak. Maju terus.

Kami para relawan sadar, paham dengan resiko dan kami ikhlas. Semangat kami tidak kendor.

Namun dari semua kondisi di lapangan yang saya saksikan, yang paling miris bukan bangunan runtuh, jenazah bergelimpangan, atau bau mayat menyengat. Tapi melihat banyaknya tersebar informasi yang tidak memberi dampak positif demi pemulihan Palu-Donggala.

Berita kondisi mencekam lah, penuh teror lah, ketakutan lah, distribusi tidak jalan lah, penjarahan di mana-mana lah, dan pemberitaan lain yang suram-suram. Berita-berita ini lebih banyak salahnya daripada benarnya. Lebih banyak hoax-nya daripada faktanya.

Efeknya, para relawan (apalagi yang baru pertama kali terjun) jadi sering dihubungi oleh keluarganya bertanya ini-itu, bahkan sampai diminta pulang saja. Dampak lainnya, para korban atau pengungsi yang masih traumatik menjadi hyper responsif dengan informasi hoax (seperti berita hoax lahar dingin yang mengalir). Atau, masifnya informasi penjarahan yang berpotensi mengendorkan semangat logistik yang baru mau bergerak. Informasi-informasi suram seperti ini sungguh kejam.

Percayalah, di sini kami bergerak tak kenal lelah. Tim recovery seperti saya, teknisi listrik seperti teman saya, tim SAR dari Basarnas, tim BNPB dan tim relawan lain terus bekerja dengan hati tanpa henti. Pekerjaan kami mungkin tidak sempurna, namun kami terkoordinir dan penuh perencanaan.

Bantu kami menjaga semangat dan optimisme. Bukan untuk kami yang sudah di sini, tapi untuk para korban, para calon relawan, para Ibu kelompok arisan yang sedang mengumpulkan donasi, para komunitas sosial yang akan mengirim bantuan logistik, atau anak-anak SD yang menjual prakarya untuk dijadikan sumbangan.

Mereka sangat semangat berkontribusi untuk Palu. Jangan buat semangat mereka kendor.

STOP menyebarkan berita negatif. Meskipun mungkin benar dan faktual, tapi kalau tidak berdampak positif, buat apa disebar. STOP menebar rasa takut, hoax, berita negatif, keputus-asaan, dan pesimisme. Tidak usah berlomba menjadi yang pertama membagi berita, kalau berita yang anda bagikan justru berdampak negatif. Jadilah netizen yang cerdas dan memberi pengaruh positif.

Bagikan semangat untuk bangkit, kobarkan harapan, sebarkan optimisme, itu yang paling penting saat ini. Anda tidak harus hadir di sini bersama kami, tapi anda tetap bisa berkontribusi. Sekarang anda sudah tahu caranya.

Palu, 2 Oktober 2018.
Mudzakkir Ucha

Foto : Voa Indoenesia

Post a Comment for "Kisah Haru Relawan Gempa Tsunami Palu Donggala"