Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tenaga Medis dan Para Medis adalah Pahlawan di Medan Covid 19

Saya memang bukanlah paramedis, tenaga medis yang bersentuhan langsung dengan para pasien di rumah sakit.

covid 19, corona, paramedis, tenaga medis

 

Tapi saya pernah kerja 9 tahun di dunia kesehatan. Di sebuah rumah sakit yang juga memiliki Politeknik Kesehatan, istri saya Bidan, 2 adik saya Perekam Medis di rumah sakit. Adik ipar saya bidan, sepupu dan ponakan saya ada 6 yang jadi bidan dan perawat. Keluarga saya ada dokter, perawat, apoteker, dan trasnfusi darah, dan banyak profesi medis lainya. Sahabat saya juga demikian, banyak orang kesehatan.
Insya Allah, saya tau banget bagaimana perjuangan paramedis itu. Ini beberapa fakta yang sering saya temui :

1. Paramedis itu hampir semuanya adalah "pembalap". Tukang ngebut apalagi mereka yang selalu berurusan dengan kegawat daruratan. Dokter bedah, dokter - perawat anestesi, dokter kandungan, dokter ugd hingga bidan. Bagaimana tidak ngebut, jika panggilan itu datang, dan tidak terjadwalkan sebelumnya. Karena ngebut, tau donk resiko mereka di jalanan. Jangan tanya kualitas motor atau mobil mereka, pasti gak terawat. 

2. Mereka jarang tidur. Ini sering saya temui pada mereka yang dinas shift malam. Tidak hanya jarang tidur, kalopun tidur, kualitas tidurnya juga tidaklah maksimal. Hanya tidur-tidur ayam, sekedar selonjoran dan luruskan tulang punggung. Tidur dimanapun mereka bisa, kadang di meja jaga keperawatan, kadang di musholla, kadang di lantai dibawah, kadang di kamar pasien. Meski rumah sakit tempat mereka kerja menyedikan ruang istirahat, tapi kelelahan kadang membuat mereka memilih "ambruk" dimana saja, meski cuma beberapa menit.

3. Makan mereka sering tidak lahap. Bagaimana mau lahap, jika baru 2 - 3 sendok bakso masuk dalam mulutnya, tiba-tiba ada tagisan bayi dari ruang bayi. Ada panggilan darurat dari ruang UGD, atau tiba-tiba ada raungan ambulance yang mendekat. Sering saya temui, bakso mereka sudah dingin saat mereka keluar menyelesaikan tugasnya. Padahal itu adalah jam makan, jam istirahat. 

4. Jarang ketemu pasangan dan anak. Kalo saya yang alami. Istri adalah seorang bidan di tempat kerjanya. Kepala bidan malahan, juga dipercaya membantu dokter kandungan saat ada operasi cesar. Kebayang donk aktifitasnya. Belum lagi jika hari Ahad, istri saya dinas malam. Ia berangkat dari rumah jam 9 malam berarti, karena shiftnya mulai jam 10 malam, berakhir jam 7 pagi. Sementara saya hari senin harus tiba di kantor jam 8 pagi. Jadilah malamnya kami kedinginan karena gak ada selimut hidup, pagi kami gak ketemu pula. Kebayang donk sarapan kami seperti apa.
Sore saya pulang kerja, ekh ternyata istri saya jam 2 sudah berangkat kerja lagi. Karena shiftnya masuk siang. Sampai sini, bisa bayangkan donk anak kami seperti apa kadar kasih sayang yang mereka terima dari Ayah dan Ibunya.

5. Susah liburnya. Orang medis itu sangat jarang bisa liburan lebih dari 2 hari. Susah banget, dapat libur pun itu masih harus siap on call 24 jam. Jika ada gawat darurat. Belum jika warga di tempat kamu tinggal tau kamu adalah dokter, atau bidan atau perawat. Siap-siaplah pintu rumahmu diketuk setiap saat. Istri saya bidan, kebayang donk kalo tengah malam, saat hujan, lagi asyik pelukan, dan tiba-tiba tetangga sebelah ada yang melahirkan. Sebagai suami saya harus ikut siaga, minimal jadi tukang ojek istri saya. Saat libur lebaran tiba, tidak ada aturan libur H-7 dan H+7 dalam kamus kami. Bahkan kami harus rela lebaran di sekitar rumah sakit. 

6. Kadang dipaksa terpisah dengan anak. Jika di kotanya lagi ada pandemi seperti sekarang, atau di rumah sakit tempat kerja ada pasien dengan penyakit yang rawan menular, kadang tenaga medis harus mengisolasi diri dalam waktu tertentu. Lihat status sedih yang diungkap adik saya Ilham Akbar
 semalam, yang membuat istrinya (perawat) harus menangis karena ia tak diijinkan ketemu anaknya sendiri. 

Sahabat,
Tulisan ini saya tulis bukan untuk pamer dan apalagi untuk pamrih atas jerih payah dan perjuangan kami sebagai insan (baca : simpatisan) paramedis. Tapi, saya ingin ketuk sisi kemanusian Anda semua. Mari saling menghargai profesi orang lain. Memang betul kami digaji dan bekerja untuk hadapi resiko ini, tapi kami juga manusia biasa. Ada titik lemahnya, tidak jenuhnya. 

Apalagi dalam kondisi seperti saat ini, covid 19 membuat kita semua menjadi siaga serempat sedunia. Covid 19 ini adalah virus yang pilih-pilih, paramedis akan mereka serang jika abai dengan dirinya sendiri, yah karena memang mereka yang paling dekat dengan resiko terpapar virus ini.

Mari kita bantu paramedis yang berjuang sekarang, ringan beban mereka dengan mengurangi pasie covid 19 yang masuk ruang isolasi. Cara sederhana, batasi diri dan isolasi diri Anda. Tidak mudah memang, tapi percayalah akan indah pada waktunya. ....

Artikel ini saya tulis di Facebook pada tanggal 23 Maret 2020.
Bertepatan dengan kami tutupnya untuk sementara segala aktifitas di Kampus Dosen Jualan

Post a Comment for "Tenaga Medis dan Para Medis adalah Pahlawan di Medan Covid 19"