Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sarung Samarinda 3 ; Alat Tenun di Samarinda dan Bugis

Alat Tenun

DR. Priyanti Gunardi
Program Studi Biologi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
(Alamat tetap: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Kain sarung Samarinda ditenun dengan menggunakan peralatan yang terbuat dari kayu dan masih dikerjakan dengan tenaga manusia. Alat tenun tersebut disebut gedogan dan ATBM. Penyebutan gedogan berasal dari bunyi yang dihasilkan „dok ‟ oleh alat tersebut ketika satu benang selesai dikaitkan dengan benang sebelumnya. Gedogan adalah alat tenun tradisional yang pada bagian ujungnya diikatkan pada pohon atau tiang rumah atau bentangan papan berkonstruksi kuat dan di bagian ujung lainnya diikatkan ke tubuh penenun yang duduk di lantai (Gambar 2). ATBM atau alat tenun bukan mesin adalah alat tenun yang digerakkan oleh injakan kaki yang berfungsi untuk menaikan dan menurunkan benang lungsi pada saat masuk keluarnya benang pakan, penenun menggunakan alat ini sambil duduk di kursi (Gambar 3) (Anonim, 2010). 
Gambar 2. Alat tenun gedogan. Satu ujung diikatkan ke dinding rumah, ujung lainnya diikatkan ke tubuh penenun. Penenun duduk di lantai. (Sumber: Agustini, 2010)

Waktu yang diperlukan oleh penenun yang bekerja dengan menggunakan alat gedogan lebih lama dibandingkan dengan menggunakan ATBM. Sebagai contoh penenun yang bekerja dari pukul 08.00 hingga pukul 17.00 dengan waktu istirahat satu jam untuk makan dapat menyelesaikan sarung dengan ukuran panjang 50 cm dan lebar 65 cm sehingga rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu lembar sarung adalah 15 hari. Kain sarung yang ditenun dengan ATBM dapat lebih cepat waktu pengerjaannya. Penenun yang bekerja dari pukul 7.30 sampai pukul 17.00 dapat menyelesaikan kain sarung sepanjang 300 cm dengan lebar kain 120 cm. Hal tersebut mengindikasikan bahwa menenun dengan menggunakan ATBM lebih praktis dan efisien dibandingkan dengan menggunakan gedogan. Para penenun yang terbiasa menenun dengan alat gedogan tidak akan merasa kesulitan jika harus mengerjakannya dengan ATBM karena cara pengoperasian ATBM lebih mudah dibandingkan dengan gedogan (Tja dan Said, 1989). 
Gambar 3. Alat tenun bukan mesin (ATBM). Alat tenun digerakkan oleh injakan kaki untuk menaikan dan menurunkan benang pakan. Penenun duduk di kursi (Sumber: Anonim, 2008 c)

Peralatan tenun yang banyak digunakan untuk membuat sarung Samarinda adalah gedogan yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: unuseng, saureng, dan apparising. Unuseng (alat pemintal) terdiri dari unuseng, roweng, dan tudangeng roweng (Maulana, 1982). Alat pemintal atau unuseng atau papali digunakan untuk melereng benang pasulu atau benang pakan yaitu benang yang digunakan untuk menyisipkan benang sau untuk menenun. Roweng atau mesin uluran yaitu alat untuk mengulur atau membuka benang dari gulungannya. Tudangeng roweng adalah tempat menempelnya alat pengulur gulungan benang (Anonim, 2011).

Saureng adalah alat untuk menyusun corak atau membuat benang buri. Alat ini terdiri dari saureng dan jarancara. Apparising adalah alat atau tempat untuk memasukkan benang pada sisir dan benang lusi. Alat ini terdiri dari apparising dan alat pencucuk pada sisir yang biasanya menggunakan bulu landak (Maulana 1982).

Komponen-komponen peralatan tenun gedogan adalah pemalu, sisir (jakka), palapa, paccucu are, pabbicang are, pananre, walida, book-boko, pessa, asimong, appajjelloreng, awereng, taropong dan bulo-bulo. Alat tenun tersebut sebagian besar terbuat dari kayu ulin kecuali awereng, taropong dan bulo-bulo yang terbuat dari bambu (Maulana, 1982).

Berikut adalah deskripsi komponen-komponen yang terbuat dari kayu ulin: pemalu memiliki ukuran 100 cm x 15 cm x 2 cm. Pemalu adalah tempat menggulung benang yang terbuat dari papan. Sisir atau jakka adalah tempat memasukan benang. Palapa adalah alat yang berfungsi sebagai penahan awereng, alat ini berukuran 105 cm x 2,5 cm x 0,2 cm. Pacucu are adalah alat berbentuk bulat dengan garis tengah berukuran lebih kurang 1,5 cm dan panjang 105 cm yang dimasukan ke dalam are. Pabbicang are adalah alat dengan panjang 15 cm berbentuk bulat yang diberi tali pada kedua ujungnya untuk diikatkan pada paccucu are yang berguna untuk mengangkat are yang berfungsi sebagai pengatur anyaman pada waktu menenun. Panenre adalah alat dengan ukuran 105 cm x 2,5 cm x 2,5 cm, alat ini berguna sebagai penindih yang diletakkan antara are dan awereng. Walida atau parang-parangan adalah alat pemukul benang pakan pada waktu menenun. Alat ini memiliki bentuk yang mirip dengan parang. Boko-boko adalah alat yang berfungsi sebagai pengikat tubuh pada bagian belakang si penenun. Pessa merupakan tempat menggulung kain yang sudah ditenun. Kedua ujung pessa dihubungkan dengan kedua boko-boko menggunakan tali pada dua tepinya yang sudah disediakan, bagian tersebut dinamakan ulang. Asimong adalah alat untuk meletakkan pemalu, asimong berjumlah sepasang. Appajelloreng berfungsi sebagai tempat lewat walida atau pasang-pasangan dan juga sebagai tempat menyimpan passulu atau benang pakan (Maulana, 1982).

Komponen-komponen yang terbuat dari bambu adalah awereng, taropong, dan bulo-bulo. Awereng adalah alat dengan panjang 105 cm, bergaris tengah 3,5 cm yang berfungsi sebagai pengatur anyaman. Awereng memiliki fungsi yang sama dengan are. Taropong berfungsi sebagai sekoci pada mesin jahit, panjang taropong adalah 20 cm dengan garis tengah 3,5 cm. Bulo-bulo memiliki panjang 10 cm dengan garis tengah 1,5 cm berfungsi sebagai anak sekoci (Maulana, 1982).

Post a Comment for "Sarung Samarinda 3 ; Alat Tenun di Samarinda dan Bugis"