Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sarung Samarinda 6 : Perbandingan antara sarung Samarinda dengan sarung Bugis


Perbandingan antara sarung Samarinda dengan sarung Bugis

DR. Priyanti Gunardi
Program Studi Biologi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
(Alamat tetap: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Sarung Samarinda dan sarung Bugis sama-sama dibuat oleh para pengrajin tenun asal Bugis. Bahan dasar pembuatan kedua sarung tersebut berasal dari kaitan benang-benang sutera. Motif dasar di antara kedua sarung tersebut adalah kotak-kotak baik yang berukuran besar maupun kecil.

Beberapa perbedaan antara sarung Samarinda dengan sarung Bugis adalah sarung Samarinda pada umumnya dibuat oleh penenun Bugis Wajo sedangkan kain Bugis dibuat oleh masyarakat Bugis (Wajo dan Bone), Makassar, Mandar, dan Toraja. Sarung Samarinda dengan berbagai motif dan warna dapat dipergunakan oleh siapa saja baik lelaki atau perempuan, kaum bangsawan atau rakyat biasa dengan perkataan lain bahwa pemakaian sarung Samarinda tidak dikelompokan berdasarkan strata sosial sedangkan sarung Bugis dapat dibedakan berdasarkan para pemakainya karena pada suku Bugis yang tinggal di tanah leluhurnya yaitu Sulawesi masih memberlakukan pengelompokan kasta antara golongan bangsawan dengan rakyat biasa.

Selain alasan di atas, pengelompokan para pemakai sarung Bugis didasarkan pada perbedaan warna. Pengelompokan tersebut mirip dengan yang diberlakukan pada baju bodo. Warna kuning diperuntukan bagi mereka yang berusia di bawah 10 tahun. Usia 10-17 tahun menggunakan warna jingga atau merah muda. Warna merah darah diperuntukan bagi orang-orang berusia 17-25 tahun. Mereka yang berusia 25-40 tahun memakai warna hitam. Berdasarkan wari atau system protokoler kerajaan dan adeq (adat istiadat) diatur cara penggunaan pakaian yang tetap didasarkan pada perbedaan warna, yaitu: para inang atau pengasuh raja, dukun, atau bissu menggunakan warna putih, warna hijau diperuntukan bagi kaum bangsawan dan keturunannya sedangkan warna ungu hanya diperbolehkan bagi para janda (Laoddang, 2010).

Motif-motif sarung Samarinda sudah mengalami modifikasi dengan terjadinya pencampuran motif antara motif Bugis dengan motif Kutai maupun motif Dayak sedangkan motif sarung Bugis tidak banyak mendapat percampuran dari etnis lainnya. Beberapa motif sarung Samarinda yang berbeda dengan sarung Bugis yaitu anyam palupuh, assepulu bolong, rawa-rawa masak, coka manippi, billa takkajo, garanso, burica, kudara, Soeharto, dan sari pengantin. Motif sarung Bugis yang berbeda dengan sarung Samarinda adalah bombang, tettong, dan cobo’.

Moppang adalah motif yang sama dengan motif siparappe pada sarung Samarinda. Motif ini tabu digunakan di luar rumah oleh kaum lelaki atau perempuan. Motif ini hanya boleh digunakan oleh pasangan suami istri di dalam kamarnya ketika memadu kasih (Laoddang, 2011).

Post a Comment for "Sarung Samarinda 6 : Perbandingan antara sarung Samarinda dengan sarung Bugis "